Wednesday 6 November 2019

Harmoni Fun Run : Pengalaman Pertama Ikut Event Lari 5K



Sempat merencanakan mengikuti event lari di daerah Bandung dan sekitarnya ketika masih tinggal di Subang. Tapi rencana itu enggak pernah terealisasikan. Kebanyakan disebabkan dua kawan saya yang suka lari bareng selalu memiliki agenda lain, terutama di akhir pekan. Yang satu sering disibukkan dengan kegiatan LPDP-nya. Dan yang lain, pada saat itu dia memang enggak dapet jatah libur di hari Minggu.

Kenapa enggak sendirian aja? Enggak lah. Awkward rasanya, kalau habis lari cuma jongkok sendirian mainin HP di pojokan meeting point.

Jadi praktis, selama hampir setahun saya tinggal di Subang, dan beberapa kali ke Bandung, enggak ada satu pun event lari yang saya ikuti. Padahal Bandung menjadi salah satu kota yang paling sering mengadakan event lari. Dan terkenal paling mahal juga tiketnya. Dan jarak dari Subang ke Bandung juga terbilang dekat, hanya sekitar 60 menit menggunakan sepeda motor.

Setelah pindah kerja dekat dengan rumah, tepatnya di Tegal bulan Juli lalu, saya bahkan sempat enggak lari selama sekitar sebulan. Alasannya sepele sebenarnya, jam masuk kerja di tempat saya bekerja yang sekarang menjadi jauh lebih pagi daripada di tempat sebelumnya.

Saya yang terbiasa lari di pagi hari, sekitar pukul 5, tepat setelah solat subuh, merasa waktu antara Subuh dengan jam masuk kerja yang sekarang berjalan sangat singkat. Jadi seringkali niat berlari yang susah payah saya pupuk di malam harinya, menguap begitu saja.

Kenapa enggak lari di sore atau malam hari?

Lari sore hari sebanarnya memiliki keuntungan, di antaranya, lari kita cenderung lebih bertenaga karena badan kita sudah ‘panas’ atau terkondisikan melalui aktivitas di waktu-waktu sebelumnya. Sayangnya udara sore hari sudah kadung kotor, terpapar banyak polusi. Oleh karena itu, lari sore hari sebaiknya dilakukan di lapangan luas yang minim kendaraan bermotor. Nah, track lari yang semacam itu belum bisa ditemui di Tegal.

Bagaimana dengan lari malam? Sebenarnya cukup banyak, kok, komunitas lari yang lebih memilih malam hari untuk berlari. Alasannya ya, waktu senggang meraka cuma di malam hari. Tapi menurut saya, di malam hari badan sudah lelah, lebih baik digunakan untuk istirahat.

Karena beberapa alasan di atas, saya lebih memilih lari di pagi hari.

Kembali kepada keikutsertaan saya dalam event lari. Nah, barulah di awal September, saya mendapat informasi dari kawan saya yang tinggal di Semarang, bahwa tanggal 29 September nanti akan diadakan event lari di Semarang.

Tema yang diusung adalah Harmoni Fun Run. Karena ini run yang fun, jadi jarak lari yang di-event-kan hanya 5K. Jarak yang masuk akal bagi pemula seperti saya. Biaya registrasinya juga hanya 95 ribu. Terbilang cukup terjangkau, jika dibanding event lari biasanya, yang  minimal mencapai 150 ribu. Dengan pertimbangan tersebut, saya memutuskan untuk mendaftar.

Karena akan mengikuti event lari, mau tidak mau saya harus mempersiapkan fisik dengan kembali latihan lari. Nah, mulai dari titik inilah, saya kembali rajin latihan lari. Dengan adanya target event di depan mata, latihan saya menjadi lebih rajin dan lebih berani untuk nge-push diri untuk lari lebih jauh dari biasanya.

Di event ini, semua finisher atau peserta yang berhasil mencapai garis finish berhak memperoleh medali. Tapi meski begitu, target utama saya bukan soal koleksi medali, tetapi: bisa menyelesaikan lari sejauh 5K dengan tanpa berjalan, apalagi berhenti, dan dengan capaian waktu tempuh sekitar 30 menit. Di sini lah asiknya berlari, musuh yang harus ditaklukan bukan orang lain, tetapi diri sendiri. 

Waktu persiapan terhitung hanya sebulan sebelum race.
                                                                                                            
Meski hanya menggunakan jarak minimal, lari sejauh 5K bukan perkara mudah bagi saya. Ini dibuktikan dengan hasil dari beberapa kali latihan. Hasil yang saya peroleh selama beberapa kali latihan tidak ada yang mencapai jarak 5K, paling mentok itu 4.6K yang ditempuh dalam waktu 30 menit. Itu pun saya peroleh di hari terakhir saya berlatih. Tepatnya tiga hari menjelang race.
 
Capaian terakhir sebelum race Harmoni Fun Run
Jika melihat dari hasil latihan, saya terbilang cukup nekat dengan target tersebut.

Waktu berjalan cepat, waktu race pun tiba. Saya berlari dengan dua orang kawan saya. Naupan, dia yang membagi info soal event ini. Dan satu lagi Salam, kawan Naupan, yang baru saya kenal sehari sebelum race. Sama seperti saya, dia rela datang dari luar kota untuk mengikuti event lari ini. Hanya bedanya, dia datang Yogya, saya dari Tegal.

Pada race ini, rute yang dipilih panitia terbilang sederhana. Race dimulai dari Kantor Gubernur di Jalan Pahlawan, dilanjutkan ke arah Simpang Lima. Dari sana lalu berbelok ke Jalan Pandanaran, sampai ke Monumen Tugu Muda. Setelah itu, masuk ke Jalan Dr. Sutomo, melewati RSUD Kariadi, sampai ke Jalan Veteran. Terakhir, kembali lagi ke Jalan Pahlawan, dan garis finish ada di depan Kantor Gubernur.

Rute race Harmoni Fun Run
Kami bertiga datang terlalu mepet dengan dimulainya race. Pukul 6 kami datang, para peserta yang lain sudah bersiap di depan garis start. Pak Ganjar (Gubernur Jateng) yang membuka event tersebut sudah bersiap dengan bendera di tangan. Tidak lama kami datang, bendera start dikibarkan, Race-pun dimulai.
 
Karena ini adalah race pertama, jujur saya langsung dibuat terkejut dengan banyak pelari yang langsung tancap gas persis setelah start, termasuk si Salam di dalamnya. Saya dengan Naupan yang awalnya memilih berlari santai, melihat banyak peserta yang tancap gas, akhirnya memutuskan mencoba mengimbangi kecepatan mereka.

Hasilnya saya rasa cukup fatal sih. Baru sepuluh menit berlari, nafas yang sudah terengah. Badan juga menjadi lebih cepat panas. Akibatnya, keringat sudah menetes. Ditambah, karena ini adalah lintasan yang benar-benar baru, akibatnya kaki saya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi dengan lintasan.

Merasakan itu, saya, yang masih berdampingan dengan Naupan, memutuskan menurunkan tempo lari, sedikit menurunkan ego, dan yang penting lebih mengatur keluar masuknya nafas.

Di saat yang bersamaan, tepatnya saat sampai di Pandanaran, rombongan peserta yang awalnya bergerombol sudah mulai menyebar. Beberapa pelari sudah ada yang kelelahan, mereka memilih berjalan. Saya dan Naupan masih terus berlari, meski dengan tempo yang terbilang pelan.

Syukurlah sampai Jalan Pandanaran habis dilalui, saya masih kuat untuk terus belari. Sampai di sini, saya masih berdampingan dengan Naupan.

Sampai di waktu 15 menit kami berlari, Saya dan Naupan masih berdampingan, sedangkan si Salam terpisah, entah ke mana dia. Intinya dia hilang saja dari pandangan kami.

Baru setelah sampai di titik jalan Dr. Sutomo, tepatnya di depan Kampung Pelangi, si Naupan sudah merasa kelalahan. Beberapa kali dia lebih menurunkan tempo larinya. Bahkan dia sempat memilih berjalan. Saya mencoba membantu dengan sedikit mendorongnya, tapi nihil. Fixed, dia kelelahan. Dari sana, kami berpisah.

Race pun masih berlanjut. Sesampainya di depan RSUD Kariadi, jalan mulai menanjak. Jujur saya belum pernah lari di lintasan menanjak sebelumnya. di titik inilah, yang menurut saya menjadi tantangan terberat sepanjang race.
Race menjadi makin berat dengan napas yang makin terangah, kondisi yang makin terik, ditambah pakaian yang sudah kuyup dengan keringat, padahal finish line masih 1/3 perjalanan lagi. Yang bisa dilakukan pada saat itu hanya nge-push diri untuk terus berlari.
  
Syukurlah sampai jalur menanjak habis, saya masih bisa bertahan untuk terus berlari.

Memasuki Jalan Veteran, jalan mulai sedikit menurun, gerakan kaki menjadi lebih ringan. Sampai di pertengahan, jalan kembali datar. Di titik ini juga saya berhasil menyalip beberapa pelari.

Memasuki titik terakhir lomba di Jalan Pahlawan, garis finish sudah terlihat. Beberapa panitia sudah terlihat menyambut pelari-pelari yang sudah lebih dulu mencapai finish line. Rasanya sudah enggak sabar untuk segera mencapai finish line, tapi kaki seperti menolak untuk diajak berlari lebih cepat. Kecepatan pun hanya bisa saya pertahankan.

Beberapa meter menjelang garis finish, saya tetap mempertahankan kecepatan. Saya tidak memperdulikan ada satu, dua pelari yang menyalip saya menjelang finish line. Saya memiliki target saya sendiri.

Saya yang sebenarnya agak pesimis bisa mencapai target pribadi pada permulaan race, akhirnya bisa bernapas lega. Target untuk mampu berlari sejauh 5K tanpa berhenti, dengan waktu tempuh 30 menit bisa tercapai.

Padahal seperti yang saya jelaskan sebelumnya, selama persiapan untuk race ini, saya belum pernah sekalipun mencapai jarak 5K. Dari hasil ini, bolehlah untuk sedikit berbangga pada diri sendiri.

Enggak lama, si Naupan akhirnya mencapai finish line. Selain di depan kampung pelangi, dia juga sempat memilih berjalan sebentar saat memasuki jalan menanjak di depan RSUD Kariadi.

Baru setelah itu disusul Salam. Ternyata selama race dia ada di belakang kami. Start-nya yang cukup meyakinkan ternyata tidak berbanding lurus dengan hasil yang meyakinkan pula. Dia bahkan sampai (sedikit) muntah di tengah race. Ya mungkin itu disebabkan dia yang sedikit masuk angin setelah di malam harinya dia hanya tidur beralaskan karpet di ruang yang ber-AC. Tapi yang penting, dia berhasil finish.

Setelah lari, kami lek-lok banget. Ditambah lagi, kami memang tidak sarapan sebelum race. Race hari ini kami tutup dengan makan gongso kambing, masih di komplek kantor Gubernur. Gongso kambing yang berprotein tinggi ini sangat baik untuk kami bertiga yang baru saja menyelesaikan olahraga berat.

Dan menjadi semakin lebih baik lagi untuk saya pribadi, karena saya tidak perlu mengeluarkan uang untuk sepiring gongso kambing yang sangat enak dan lembut itu. Terimakasih ya, untuk traktirannya. Nyam... Nyam...

Saya, Salam, dan Naupan setelah race

Thursday 4 July 2019

AC Milan dan Sederet Pemainnya yang Lebih Baik Dijual di Bursa Transfer 2019

Skuat Milan di Musim Kompetisi Serie A 18/19 / sempremilan
Kompetisi sepakbola kasta tertinggi Italia (Serie A) musim 18/19 sudah resmi berakhir prematur. Juventus sudah bisa mengunci gelar juara ketika kompetisi baru berjalan di pekan ke-33. Sedangkan kompetisi secara resmi baru berakhir pada pekan ke-38. Terlebih lagi, Juventus sama sekali tidak tersetuh oleh tim-tim lain dalam perebutan posisi puncak, bahkan oleh Napoli, sang runner-up yang berselisih sampai 20 poin ketika gelar juara sudah dipastikan menjadi milik klub asal Kota Turin itu.
Tim-tim besar Serie A yang lain, seperti Inter, Milan, dan Roma, justru gagal memperlihatkan taji mereka sebagai tim besar, dan sebagai tim yang punya sejarah besar. Mereka justru nguplek sendiri dalam memperebutkan posisi ketiga dan keempat. Layaknya tim-tim semenjana pada umumnya, mereka sudah sangat “merasa accomplish sesuatu” saat berhasil memperoleh tiket Liga Champions di musim berikutnya.
Nasib lumayan mujur masih menaungi Inter. Mereka bisa finish di posisi empat besar, yang artinya mereka masih berhak memperoleh satu tiket ke Liga Champions musim depan. Naas bagi Milan dan Roma, yang justru harus tercecer ke posisi kelima dan keenam. Hal itu memupuskan harapan mereka untuk bisa berkompetisi di Liga Champions musim depan.
Justru Atalanta, tim medioker yang sama sekali tidak dipertimbangkan, yang secara mengejutkan bisa finish di posisi ketiga. Selain sukses membuat malu wajah Inter, Roma, dan Milan, hal itu membuat mereka berhak berkompetisi di Liga Chamipons untuk pertama kalinya di sepanjang sejarah klub.
Melihat hal itu tentu saja membuat saya cukup gusar. Apalagi melihat Milan (tim yang sudah saya ikuti sepak terjangnya beberapa tahun terakhir ini) yang lagi-lagi gagal untuk memenuhi harapan para fans-nya, yang hanya ingin melihat tim yang disukainya itu bisa berlaga lagi di kompetisi Liga Champions.
Para fans Milan pasti paham, bahwa klub itu sedang dalam masalah finansial yang cukup serius, disebabkan sudah melanggar Finansial Fair Play (FFP). Andai saja lolos ke Liga Champios, Milan sebenarnya secara otomatis berhak atas dana segar sekitar 800-an milyar sebagai hadiah kepada setiap tim yang mampu lolos ke bapak penyisihan grup Liga Champions.  
Dana sebanyak itu tentu saja akan sangat membantu Milan dalam usahanya menyeimbangkan neraca keuangan mereka yang masih defisit sampai saat ini.
---
Dengan berakhirnya musim kompetisi, jagat sepakbola selanjutnya diramaikan dengan bursa trasnfer pemain. Momen tersebut adalah waktu tepat bagi Milan untuk segera moved on dari masa-masa suramnya, dan yang paling penting segera pulih dari masalah finansial mereka.
Salah satu langkah yang paling lumrah dilakukan klub-klub yang tersandung masalah finansial tentu saja dengan memperoleh dana segar sebesar dan sesegera mungkin, serta menekan pengeluaran klub seefisien mungkin.
Lalu dari mana Milan bisa memperoleh dana segar dengan jumlah yang relatif besar? 

Dari penjualan para pemainnya. Dan di posisi sekarang, saya rasa Milan tidak punya pilihan lain selain harus menjual beberapa pemain pentingnya.
Beberapa pemain Milan, seperti Cristian Zapata, Ignazio Abate, Jose Mauri, Riccardo Montolivo, dan Andrea Bertolacci sudah dipastikan hengkang dari Milan. Hengkangnya mereka bukan disebabkan ada tim lain yang membelinya, tapi karena manajemen Milan yang memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak mereka yang berakhir pada Juni 2019. Itu artinya, Milan tidak memperoleh apa-apa dengan kepergian mereka.
Meski tidak banyak membantu dalam mengurangi krisis finansial Milan, tapi paling tidak hengkangnya mereka akan sedikit mengurangi pengeluaran klub yang berasal dari gaji pemain.
---
Untuk sedikit menstabilkan neraca finansial, saya rasa Milan mau tidak mau harus mampu menjual beberapa pemain pentingnya dan tentu saja ditambah lagi dengan menjual beberapa pemainnya yang memang tidak banyak berkontribusi bagi klub.
Sebagai seseorang yang lumayan mengikuti perjalan Milan sejak era kepemilikan Yonghong Li, saya rasa tidak ada salahnya dong untuk sedikit mengeluarkan unek-unek saya tentang siapa saja pemain Milan yang sebaiknya dijual demi menstabilkan kembali kondisi finansial klub, sekaligus mungkin juga bisa meningkatkan performa klub dengan hengkangnya para pemain ini.
Pemain-pemain Milan yang sebaiknya dijual di bursa transfer musim panas 2019 adalah:
Antonio Donnaruma
Antonio Donnaruma (yang merupakan Kakak dari G. Donnaruma)/worldfootball.net
Saya rasa tidak bayak yang akan protes jika saya berpedapat, A. Donnaruma lebih baik angkat kaki saja dari Milan. Di musim kompetisi Serie A 17/18 saja, dia tidak mendapat jatah bermain semenit pun. Dengan kata lain, nol kontribusinya untuk Milan.
Satu-satuya konstribusinya untuk Milan adalah pada musim kompetisi 16/17, saat transfernya ke Milan pada saat itu menjadi salah satu syarat dari pihak G. Donnaruma (kiper utama Milan) untuk mau memperpanjang kontrak dengan Milan. Maka tidak heran, jika para fans radikal Milan menjulukinya sebagai parasit di tubuh Milan.
Memang betul jika A. Donnaruma jadi hengkang dari Milan tidak serta merta membuat krisis finansial Milan membaik. Lah wong harganya cuma 500 ribu euro. Tapi paling tidak, itu bisa sedikit memperbaiki wajah Milan di deretan para pemain.
Masa tim sekelas Milan, pemegang gelar Liga Champions tujuh kali, punya pemain yang sudah berusia 29 tahun dengan harga Cuma 500 ribu euro. Kan wagu!
Gianluigi Donnaruma
G. Donnaruma dalam kostum Timnas Italia/worldfootbal.net
Muda, bertalenta, dan tajir. Itulah gambaran umumnya. Di usianya yang masih 20 tahun, dia sudah mampu menjadi salah satu kiper dengan bayaran tertinggi di Serie A. Selain itu, sejak pertama kali diorbitkan dari tim Primavera (Tim Juniornya Milan), G. Donnaruma selalu menjadi pilihan utama pelatih untuk menjaga pos pertahanan terakhir Milan. Singkat kata, dia adalah aset paling berharga Milan saat ini.
Berkat penampilannya yang secara umum apik, harga jualnya pun melambung tinggi. Sampai saat ini harga pasaran kiper yang sudah berhasil menembus timnas senior Italia itu berada di angka 55 juta euro, atau sekitar 790-an milyar rupiah.
Perlu diingat, bahwa kondisi finansial Milan sedang krisis. Oleh karena itu, saya rasa penjualan aset terbaik adalah salah satu cara efisien yang bisa dilakukan Milan untuk sedikit membebaskan klub dari kondisi tersebut.
Jika Milan berhasil menjualnya, selain dipastikan akan memperoleh dana segar dengan jumlah yang cukup tinggi, Milan juga bisa mengurangi pengeluaran klub dari gaji G. Donaruma, yang mencapai 4,5 juta euro per pekan. 

Kalau dirupiahkan itu sekitar 71 juta. Iya, 71 juta. Kalian tidak salah baca atau hitung. Sekali lagi, dia digaji Milan sebesar 71 juta rupiah cuma dalam hitungan pekan!
Nah, lalu siapa yang akan menjadi penggantinya di skuat utama Milan?
Kalau soal itu, saya tidak terlalu risau. Milan masih punya Pepe Reina, kiper yang makin tua, makin jadi. Usianya sudah 30 tahun lebih, tapi penampilan masih saja lincah saat diminta pelatih untuk meggantikan G. Donnaruma di musim lalu.
Dan ingat! Milan juga masih punya A. Plizzari. Kiper yang tidak kalah muda dari G. Donaruma ini sudah dipercaya menjadi kiper utama Timnas Italia di ajang Piala Eropa U-21. Dan penampilannya dinilai banyak pihak, cukup apik. Mulai dari sana, saya cukup penasaran tentang apa yang akan diberikan A. Plizzari untuk Milan di musim depan.
Yang jelas, kedua kiper tersebut memiliki kelebihan utama yang lumayan menguntungkan jika dilihat dari kondisi klub sekarang, yang tidak dimiliki oleh G. Donnaruma: Gaji mereka murah. Hehehe...
Mattia Caldara
M. Caldara saat masih dipinjamkan ke Atalanta oleh Juventus/worldfootball.net
Diboyong dari Juventus pada pertengahan musim kompetisi 18/19, Caldara diharapkan bisa menjadi duet sepadan A. Romagnoli di jantung pertahanan Milan. Pesta penyambutan kedatangan Caldara ke Milan saya rasa cukup meriah. Bersama Higuain, dia dipajang di atas balkon sebuah gedung sambil melambaikan tangan kepada para Milanisti yag mengeluh-eluhkan namanya dari bawah.
Tapi itu semua hanya sekedar euforia di awal. Baru memasuki sesi latihan sekitaran satu atau dua bulan setelah resmi berkostum Milan, Caldara langsung mengalami cedera parah yang mengharuskannya absen hingga enam bulan. Hasilnya, sampai musim kompetisi Seria A berakhir, Caldara belum sama sekali diberikan kesempatan bermain.
Kabar baik sempat muncul tentang Caldara. Dia diprediksi bisa merumput kembali ketika Milan akan berhadapan dengan Inter di paruh kedua musim kompetisi kemarin. Namanya memang mucul di skuat cadangan Milan. Namun setelah pertandingan itu, namanya kembali tenggelam dari radar skuat Milan.
Jika dilihat dari ketidakkonsistenan nama Caldara masuk di skuat Milan, saya menjadi kurang yakin dengan kapasitas Caldara yang sempat dieluh-eluhkan sebagai salah satu bek muda terbaik Italia. Apalagi jika menilik kondisinya musim lalu, dia sangat rawan mengalami cedera.
Oleh karena itu, menurut saya Milan lebih baik menjualnya saja. Akibat cedera yang dideritanya selama semusim penuh, harga jualnya pun anjlok. Yang awalnya berada di angka 35 juta euro, hanya menjadi 20 juta euro per Juli 2019. Tapi itu jumlah yang sudah lumayan lah untuk sedikit menambal kebocoran keuangan klub.
Pertanyaan selanjutya sih, apa ada klub yang mau membeli pemain yang rawan cedera seperti dia? Ya, lihat saja nanti.
Tapi sejujurnya, saya masih punya sedikit harapan terhadapnya untuk bisa merumput lagi bersama Milan. Mengingat, Milan saat ini sedang sangat membutuhkan bek tengah. Christian Zapata yang bertugas sebagai pelapis Musacchio, dan Romagnoli, sudah dipastikan tidak diperpanjang kontraknya oleh Milan.
Kalau dia memang tidak dijual Milan, mudah-mudahan Giampaolo, pelatih Milan yang baru, berkenan memberikan kesempatannya untuk bermain. Dan kalau sudah diberikan kesempatan, lebih baik dia mampu memberikan penampilan terbaiknya. Masih ingat, kan, nasib Higuain yang jersey atas namanya sampai-sampai dipipisin fans radikal Milan gara-gara gagal memenuhi harapan banyak pihak.
Ivan Strinic
I. Strinic saat masih berseragam Napoli/wolrdfootbal.net
Pada awalnya saya mengira, Milan cukup berutung bisa mendatangkan Strinic ke San Siro dengan free transfer alias gratis dari Sampdoria. Pasalnya, meski sudah berusia 31 tahun, penampilannya masih cukup memukau, dengan mampu membawa Kroasia mencapai partai final Piala Dunia 2018. Hal ini lah yang membuat Milan kepincut utuk memboyongnya.
Tapi lagi-lagi itu hanya euforia di awal. Persis setelah resmi berseragam Milan, Strinic malah didiagnosis menderita penyakit jantung, lebih tepatnya otot jantungnya yang bermasalah. Menurut beberapa sumber, hal itu bisa menyebabkan terhambatnya peredaran darah ke seluruh tubuh. Tidak mau mengambil risiko, dokter menyarankan Strinic untuk istirahat total dari dunia olahraga selama enam bulan.
Setelah dinyatakan pulih dari penyakit jantungnya, Strinic dikabarkan malah menderita cedera engkel, yang mengharuskannya kembali istirahat selama tiga bulan. Praktis, hal itu membuatnya sama sekali tidak merumput sekalipun di musim kompetisi 18/19.
Karena alasan tersebutlah, saya rasa Milan lebih baik menjual Strinic di bursa transfer musim ini, dan meggantinya dengan pemain yang lebih fit, yang tidak gampang cedera. Hal ini tentu akan memudahkan Milan dalam memilih pemain di dalam skuatnya di musim depan.  
Hakan Calhanoglu
Satu dari dua pemain Milan di musim 18/19 yang beragama Islam/wolrdfootball.net
Milan memboyong Calhanoglu dari klub Jerman, Bayern Leverkusen, di awal musim kompetisi 17/18. Permainannya yang cukup atraktif membuat Milan kesengsem untuk merekrutnya.
Dua musim sudah dia berkostum Milan. Dan selama dua musim itu pula, dia selalu menjadi pilihan utama Milan untuk mengisi sektor kiri penyerangan Milan. Tapi meski begitu, selama berkostum Milan, saya rasa permainannya biasa-biasa saja, bahkan cenderung selalu ada yang kurang dari cara dia bermain.
Cara menggiringnya memang indah, tendangan kaki kanannya beberapa kali bisa menjebol gawang lawan dari luar kotak pinalti. Tapi ya, itu, saya merasa selalu ada yang kurang dari permainannya. Mungkin singkatnya, dia itu kurang determinasi, kurang ngotot dalam mengejar dan mendribel bola. 

Pernah sekali waktu dia dikritik oleh Gattuso (pelatih Milan musim 17/18) karena dia tidak seketika berdiri setelah dijatuhkan lawan dalam perebutan bola.
Satu-satunya hal yang saya sukai dari Calhanoglu adalah, dia seorang Muslim. Jarang-jarang dalam sejarah klub, Milan memiliki pemain yang bergama Islam. Tapi di atas itu, ada satu hal lain yang dapat membuat saya lebih menyukainya: jika dia segera laku di bursa transfer musim panas 2019.
Harga Calhanoglu di pasaran berada di angka 20 juta euro, jumlah yang cukup membantu Milan untuk bisa keluar dari jeratan pelanggaran FFP. Dikabarkan sudah ada dua klub dari Liga Jerman yang mengingikan jasanya.
Ya saya rasa, lebih baik dia mau mempertimbangkan untuk menerima tawaran dari klub Jerman tersebut. Sebab yang sudah-sudah, hanya ada dua Liga yang mampu menjamin moncernya karir pemain asal Turki, yakni di liga lokal mereka, dan satu satu liga lagi, di Liga Jerman.
Frank Kessie
Satu-satunya skuat utama Milan di musim 18/19 yang berasal dari Benua Afrika/worldfootball.net
Sama seperti Calhanoglu, Frank Kessie adalah salah satu skuat utama Milan di musim kompetisi 18/19, yang lebih baik dijual Milan. Harga pasaran Kessie yang mencapai 33 juta euro (pemain ke-lima termahal Milan), tentu saja akan sangat membantu Milan dalam memperbaiki neraca finansial klub.
Selain soal harga, Giampaolo, banyak dikabarkan tidak akan memakai jasa gelandang timnas Pantai Gading ini di musim kompetisi 19/20. Giampaolo lebih menginginkan gelandang yang bertipe taktikal, ketimbang fisikal seperti Kessie.
Kebutuhan Milan akan gelandang taktikal memang urgen jika dilihat berdasarkan performa klub. Di musim 18/19, Milan hanya mampu mencetak 55 gol, paling rendah di antara tim yang finish di urutan enam besar.
Salah satu alasan yang paling mungkin adalah minimnya gelandang taktikal kreatif yang mampu menyuplai bola-bola matang kepada para sriker. Total, saya hanya melihat Lucas Paqueta dan Giancomo Bonaventura yang bisa mengambil peran tersebut secara cukup apik.
Melihat itu, saya berharap Milan bisa segera menjual Kessie, dan segera mendapat gelandang baru yang lebih taktikal, yang nantinya bisa menyuplai bola-bola matang kepada Kristof Piatek, Thiago Silva, atau Patrick Cutrone secara maksimal.
---
Secara keseluruhan performa Milan di musim kompetisi 17/18 sebenarnya lebih baik daripada musim-musim sebelumnya. Produktivitas Milan dalam membuat gol meningkat. Dan jantung pertahanan Milan juga semakin solid. 

Ditambah lagi, akibat krisis Finansial, Milan kini “dipaksa” membeli pemain muda. Suatu hal yang justru menyehatkan kondisi finansial klub.
Di bawah kendali Elliot Management, pelan-pelan Milan mulai berani bertaruh dengan membangun jalan dan identitas yang baru. Pertaruhan yang saya yakin, akan membawa klub ke arah yang diidamkan.
Forza Milan!
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html