Sempat merencanakan
mengikuti event lari di daerah Bandung dan sekitarnya ketika masih tinggal di
Subang. Tapi rencana itu enggak pernah terealisasikan. Kebanyakan disebabkan dua
kawan saya yang suka lari bareng selalu memiliki agenda lain, terutama di akhir
pekan. Yang satu sering disibukkan dengan kegiatan LPDP-nya. Dan yang lain, pada
saat itu dia memang enggak dapet jatah libur di hari Minggu.
Kenapa enggak
sendirian aja? Enggak lah. Awkward
rasanya, kalau habis lari cuma jongkok sendirian mainin HP di pojokan meeting point.
Jadi praktis, selama
hampir setahun saya tinggal di Subang, dan beberapa kali ke Bandung, enggak ada
satu pun event lari yang saya ikuti. Padahal Bandung menjadi salah satu kota
yang paling sering mengadakan event lari. Dan terkenal paling mahal juga
tiketnya. Dan jarak dari Subang ke Bandung juga terbilang dekat, hanya
sekitar 60 menit menggunakan sepeda motor.
Setelah pindah kerja
dekat dengan rumah, tepatnya di Tegal bulan Juli lalu, saya bahkan sempat enggak
lari selama sekitar sebulan. Alasannya sepele sebenarnya, jam masuk kerja di
tempat saya bekerja yang sekarang menjadi jauh lebih pagi daripada di tempat
sebelumnya.
Saya yang terbiasa
lari di pagi hari, sekitar pukul 5, tepat setelah solat subuh, merasa waktu
antara Subuh dengan jam masuk kerja yang sekarang berjalan sangat singkat. Jadi
seringkali niat berlari yang susah payah saya pupuk di malam harinya, menguap
begitu saja.
Kenapa enggak lari
di sore atau malam hari?
Lari sore hari
sebanarnya memiliki keuntungan, di antaranya, lari kita cenderung lebih
bertenaga karena badan kita sudah ‘panas’ atau terkondisikan melalui aktivitas
di waktu-waktu sebelumnya. Sayangnya udara sore hari sudah kadung kotor,
terpapar banyak polusi. Oleh karena itu, lari sore hari sebaiknya dilakukan di
lapangan luas yang minim kendaraan bermotor. Nah, track lari yang semacam itu belum bisa ditemui di Tegal.
Bagaimana dengan
lari malam? Sebenarnya cukup banyak, kok, komunitas lari yang lebih memilih
malam hari untuk berlari. Alasannya ya, waktu senggang meraka cuma di malam
hari. Tapi menurut saya, di malam hari badan sudah lelah, lebih baik digunakan
untuk istirahat.
Karena beberapa
alasan di atas, saya lebih memilih lari di pagi hari.
Kembali kepada
keikutsertaan saya dalam event lari. Nah,
barulah di awal September, saya mendapat informasi dari kawan saya yang tinggal
di Semarang, bahwa tanggal 29 September nanti akan diadakan event lari di
Semarang.
Tema yang diusung
adalah Harmoni Fun Run. Karena ini run
yang fun, jadi jarak lari yang di-event-kan hanya 5K. Jarak yang masuk
akal bagi pemula seperti saya. Biaya registrasinya juga hanya 95 ribu. Terbilang
cukup terjangkau, jika dibanding event
lari biasanya, yang minimal mencapai 150
ribu. Dengan pertimbangan tersebut, saya memutuskan untuk mendaftar.
Karena akan
mengikuti event lari, mau tidak mau
saya harus mempersiapkan fisik dengan kembali latihan lari. Nah, mulai dari
titik inilah, saya kembali rajin latihan lari. Dengan adanya target event di depan mata, latihan saya
menjadi lebih rajin dan lebih berani untuk nge-push diri untuk lari lebih jauh dari biasanya.
Di event ini, semua finisher atau peserta yang berhasil
mencapai garis finish berhak memperoleh medali. Tapi meski begitu, target utama
saya bukan soal koleksi medali, tetapi: bisa menyelesaikan lari sejauh 5K dengan
tanpa berjalan, apalagi berhenti, dan dengan capaian waktu tempuh sekitar 30
menit. Di sini lah asiknya berlari, musuh yang harus ditaklukan bukan orang
lain, tetapi diri sendiri.
Waktu persiapan
terhitung hanya sebulan sebelum race.
Meski hanya
menggunakan jarak minimal, lari sejauh 5K bukan perkara mudah bagi saya. Ini
dibuktikan dengan hasil dari beberapa kali latihan. Hasil yang saya peroleh
selama beberapa kali latihan tidak ada yang mencapai jarak 5K, paling mentok
itu 4.6K yang ditempuh dalam waktu 30 menit. Itu pun saya peroleh di hari
terakhir saya berlatih. Tepatnya tiga hari menjelang race.
Capaian terakhir sebelum race Harmoni Fun Run |
Jika melihat dari hasil
latihan, saya terbilang cukup nekat dengan target tersebut.
Waktu berjalan
cepat, waktu race pun tiba. Saya
berlari dengan dua orang kawan saya. Naupan, dia yang membagi info soal event ini. Dan satu lagi Salam, kawan
Naupan, yang baru saya kenal sehari sebelum race.
Sama seperti saya, dia rela datang dari luar kota untuk mengikuti event lari ini. Hanya bedanya, dia
datang Yogya, saya dari Tegal.
Pada race ini, rute yang dipilih panitia terbilang
sederhana. Race dimulai dari Kantor
Gubernur di Jalan Pahlawan, dilanjutkan ke arah Simpang Lima. Dari sana lalu
berbelok ke Jalan Pandanaran, sampai ke Monumen Tugu Muda. Setelah itu, masuk
ke Jalan Dr. Sutomo, melewati RSUD Kariadi, sampai ke Jalan Veteran. Terakhir,
kembali lagi ke Jalan Pahlawan, dan garis finish ada di depan Kantor Gubernur.
Rute race Harmoni Fun Run |
Kami bertiga datang
terlalu mepet dengan dimulainya race. Pukul 6 kami datang, para peserta yang
lain sudah bersiap di depan garis start. Pak Ganjar (Gubernur Jateng) yang
membuka event tersebut sudah bersiap dengan bendera di tangan. Tidak lama kami
datang, bendera start dikibarkan, Race-pun
dimulai.
Karena ini adalah race pertama, jujur saya langsung dibuat terkejut dengan banyak pelari yang langsung tancap gas persis setelah start, termasuk si Salam di dalamnya. Saya dengan Naupan yang awalnya memilih berlari santai, melihat banyak peserta yang tancap gas, akhirnya memutuskan mencoba mengimbangi kecepatan mereka.
Karena ini adalah race pertama, jujur saya langsung dibuat terkejut dengan banyak pelari yang langsung tancap gas persis setelah start, termasuk si Salam di dalamnya. Saya dengan Naupan yang awalnya memilih berlari santai, melihat banyak peserta yang tancap gas, akhirnya memutuskan mencoba mengimbangi kecepatan mereka.
Hasilnya saya rasa
cukup fatal sih. Baru sepuluh menit berlari, nafas yang sudah terengah. Badan juga
menjadi lebih cepat panas. Akibatnya, keringat sudah menetes. Ditambah, karena
ini adalah lintasan yang benar-benar baru, akibatnya kaki saya membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk beradaptasi dengan lintasan.
Merasakan itu, saya,
yang masih berdampingan dengan Naupan, memutuskan menurunkan tempo lari,
sedikit menurunkan ego, dan yang penting lebih mengatur keluar masuknya nafas.
Di saat yang
bersamaan, tepatnya saat sampai di Pandanaran, rombongan peserta yang awalnya
bergerombol sudah mulai menyebar. Beberapa pelari sudah ada yang kelelahan,
mereka memilih berjalan. Saya dan Naupan masih terus berlari, meski dengan
tempo yang terbilang pelan.
Syukurlah sampai
Jalan Pandanaran habis dilalui, saya masih kuat untuk terus belari. Sampai di
sini, saya masih berdampingan dengan Naupan.
Sampai di waktu 15
menit kami berlari, Saya dan Naupan masih berdampingan, sedangkan si Salam
terpisah, entah ke mana dia. Intinya dia hilang saja dari pandangan kami.
Baru setelah sampai di
titik jalan Dr. Sutomo, tepatnya di depan Kampung Pelangi, si Naupan sudah
merasa kelalahan. Beberapa kali dia lebih menurunkan tempo larinya. Bahkan dia
sempat memilih berjalan. Saya mencoba membantu dengan sedikit mendorongnya,
tapi nihil. Fixed, dia kelelahan. Dari
sana, kami berpisah.
Race pun masih
berlanjut. Sesampainya di depan RSUD Kariadi, jalan mulai menanjak. Jujur saya
belum pernah lari di lintasan menanjak sebelumnya. di titik inilah, yang
menurut saya menjadi tantangan terberat sepanjang race.
Race menjadi makin
berat dengan napas yang makin terangah, kondisi yang makin terik, ditambah pakaian
yang sudah kuyup dengan keringat, padahal finish
line masih 1/3 perjalanan lagi. Yang bisa dilakukan pada saat itu hanya nge-push diri untuk terus berlari.
Syukurlah sampai
jalur menanjak habis, saya masih bisa bertahan untuk terus berlari.
Memasuki Jalan
Veteran, jalan mulai sedikit menurun, gerakan kaki menjadi lebih ringan. Sampai
di pertengahan, jalan kembali datar. Di titik ini juga saya berhasil menyalip
beberapa pelari.
Memasuki titik
terakhir lomba di Jalan Pahlawan, garis finish sudah terlihat. Beberapa panitia
sudah terlihat menyambut pelari-pelari yang sudah lebih dulu mencapai finish line. Rasanya sudah enggak sabar
untuk segera mencapai finish line,
tapi kaki seperti menolak untuk diajak berlari lebih cepat. Kecepatan pun hanya
bisa saya pertahankan.
Beberapa meter
menjelang garis finish, saya tetap mempertahankan kecepatan. Saya tidak
memperdulikan ada satu, dua pelari yang menyalip saya menjelang finish line. Saya memiliki target saya
sendiri.
Saya yang sebenarnya
agak pesimis bisa mencapai target pribadi pada permulaan race, akhirnya bisa bernapas lega. Target untuk mampu berlari
sejauh 5K tanpa berhenti, dengan waktu tempuh 30 menit bisa tercapai.
Padahal seperti yang
saya jelaskan sebelumnya, selama persiapan untuk race ini, saya belum pernah sekalipun mencapai jarak 5K. Dari hasil
ini, bolehlah untuk sedikit berbangga pada diri sendiri.
Enggak lama, si
Naupan akhirnya mencapai finish line. Selain di depan kampung pelangi, dia
juga sempat memilih berjalan sebentar saat memasuki jalan menanjak di depan
RSUD Kariadi.
Baru setelah itu disusul
Salam. Ternyata selama race dia ada di belakang kami. Start-nya yang cukup
meyakinkan ternyata tidak berbanding lurus dengan hasil yang meyakinkan pula.
Dia bahkan sampai (sedikit) muntah di tengah race. Ya mungkin itu disebabkan
dia yang sedikit masuk angin setelah di malam harinya dia hanya tidur
beralaskan karpet di ruang yang ber-AC. Tapi yang penting, dia berhasil finish.
Setelah lari, kami lek-lok banget. Ditambah lagi, kami
memang tidak sarapan sebelum race. Race hari ini kami tutup dengan makan gongso
kambing, masih di komplek kantor Gubernur. Gongso kambing yang berprotein
tinggi ini sangat baik untuk kami bertiga yang baru saja menyelesaikan olahraga
berat.
Dan menjadi semakin lebih baik lagi untuk saya pribadi, karena saya tidak perlu mengeluarkan uang untuk sepiring gongso kambing yang sangat enak dan lembut itu. Terimakasih ya, untuk traktirannya. Nyam... Nyam...
Saya, Salam, dan Naupan setelah race |